Pengertian Hadis Ahad
Kata ahad merupakan bentuk plural dari kata wahid. Kata wahid berarti “satu” jadi, kata ahad berarti satuan, yakni angka bilangan dari satu sampai sembilan. Menurut istilah hadis ahad berarti hadis yang diriwayatkan oleh perorangan / dua orang atau lebih akan tetapi belum cukup syarat untuk dimasukkan kedalam kategori hadis mutawatir. Artinya, hadis ahad adalah hadis yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan mutawatir.
Pembagian Hadis Ahad
Ulama ahli hadis membagi hadis ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghairu masyhur. Hadis ghairu masyhur terbagi menjadi dua, yaitu aziz dan ghairu aziz.
1. Hadis Masyhur
Menurut bahasa, masyhur berarti “sesuatu yang sudah tersebar dan populer”. Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi, antara lain : “Hadis yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah mereka.”
Hadis masyhur ada yang berstatus shahih, hasan dan dhaif. Hadis masyhur yang berstatus shahih adalah yang memenuhi syarat-syarat hadis shahih baik sanad maupun matannya. Seperti hadis ibnu Umar. “Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.”
Sedangkan hadis masyhur yang berstatus hasan adalah hadis yang memenuhi ketentuan-ketentuan hadis hasan, baik mengenai sanad maupun matannya. Seperti hadis Nabi yang berbunyi:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضـــِرَارَ
“tidak memberikan bahaya atau membalas dengan bahaya yang setimpal.”
Adapun hadis masyhur yang dhaif adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis shahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadis :
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَــهٌ عــَـلَي كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَــــهٍ
“menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.”
Dilihat dari aspek yang terakhir ini, hadis masyhur dapat digolongkan kedalam :
- Masyhur dikalangan ahli hadis, seperti hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca do’a qunut sesudah rukuk selama satu bulan penuh berdo’a atas golongan Ri’il dan Zakwan. (H.R. Bukhari, Muslim, dll).
- Masyhur dikalangan ulama ahli hadis.
- Masyhur dikalangan ahli fiqh.
- Masyhur dikalangan ahli ushul Fiqh
- Masyhur dikalangan ahli Sufi.
- Masyhur dikalangan ulama Arab.
2. Hadis Ghairu Masyhur
Ulama ahli hadis membagi hadis ghairu masyhur menjadi dua yaitu, Aziz dan Gharib.
a. Hadis Aziz
Aziz menurut bahasa berasal dari kata azza-yaizu, artinya “sedikit atau jarang”. Menurut istilah hadis Aziz adalah hadis yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua tingkatan sanad.”
Menurut Al-Thahhan menjelaskan bahwa sekalipun dalam sebagian Thabaqat terdapat perawinya tiga orang atau lebih, tidak ada masalah, asal dari sekian thabaqat terdapat satu thabaqat yang jumlah perawinya hanya dua orang. Oleh karena itu, ada ulama yang mengatakan bahwa hadis ‘aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang perawi.”
Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa suatu hadis dapat dikatakan hadis Aziz bukan hanya yang diriwayatkan dua orang pada setiap tingkatnya, tetapi selagi ada tingkatan yang diriwayatkan oleh dua rawi, contoh hadis ‘aziz :
“tidak beriman seorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintainya dari pada dirinya, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia,” (H.R. Bukhari dan Muslim)
b. Hadis Gharib
Adapun hadis Gharib, menurut bahasa berarti “al-munfarid” (menyendiri). Dalam tradisi ilmu hadis, ia adalah “hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun selainnya”.
Menurut Ibnu Hajar yang dimaksud dengan hadis gharib adalah “hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”.
Penyendirian perawi dalam meriwayatkan hadis itu bias berkaitan dengan personalitasnya, yakni tidak ada yang meriwayatkannya selain perawi tersebut, atau mengenai sifat atau keadaan perawi itu sendiri. Maksudnya sifat dan keadaan perawi itu berbeda dengan sifat dan kualitas perawi-perawi lain, yang juga meriwayatkan hadis itu. Disamping itu, penyendirian seorang perawi bias terjadi pada awal, tengah atau akhir sanad.