Dodiinsankamil.id -Ithnab dapat diartikan sebagai memperpanjang kata atau menambah pada jumlah di ucapkan untuk sesuatu yang dumaksud.
Pengertian Al-Ithnab
Mernurut istilah, ithnab adalah :
زيادة اللفظ على المعنى لفائدة
“penambahan lafadz sesuai makna karena suatu faidah”
Dapat kita ambil kesimpulan dari definisi dia atas bahwa penambahan lafadz pada ithnab signifikan dengan maknanya. jika pemanambahan itu tidak ada signifikasinya dan tidak tertentu dinamakan Takwil. Sedangkan tambahannya tertentu disebut Hasywu.
Bentuk-Bentuk Al-ithnab
1. Menyebutkan yang khusus sesudah yang umum.
ذكر الخاص بعدالعام
Hal ini berfaedah untuk mengingatkan kelebihan sesuatu yang khas itu.
2. Menyebutkan lapadz yang umum sesudah yang khusus
ذكر العام بعدالخاص
Hal ini berfaedah untuk menunjukkan keumuman hukum kalimat yang bersangkutan dengan memberi perhatian tersendiri terhadap sesuatu
yang khas itu.
3. Memberikan penjelasan setelah yang samar
الايضاح بعد الابهام
Memberikan penjelasan setelah yang samar, untuk memperkuat atau menentukan makna yang ada dipikiran para pendengar atau Menyebutkan
lafadz yang jelas maknanya setelah menyebutkan lafadz yang maknanya tidak jelas. Hal ini berfaedah mempertegas makna dalam perhatian pendengar.
4. Mengulangi penyebutan suatu lafadz
التكرار لداع
Hal ini berfaedah, seperti untuk mengetuk jiwa pendengarnya terhadap makna yang dimaksud, untuk tahassur (menampakkan kesedihan), dan untuk menghindari kesalah pahaman karena banyaknya anak kalimat yang memisahkan unsur pokok kalimat yang bersangkutan serta penyebutan kalimatnya 2 kali.
5. I’tiradh
الاعتراض جملة
I’tiradh artinya memasukan satu kalimat atau lebih ke dalam suatu kalimat atau ke antara dua kata yang berhubungan. Lapadz yang ditambahkan diantara 2 kalimat yang terpisah dalam maknanya. Diantaranya:
- Maknanya bisa doa
- Maknanya attanjih (membersihkan) Sebagai penambah penguatan
6. Mengiringi
التذ ييل
Suatu kalimat dengan kalimat lain yang mencakup maknanya. Hal ini berfaedah
sebagai taukid. Tadzyiil itu ada dua macam :
a. Jaaral majrur al-misl (berlaku sebagai contoh) bila kalimat yang ditambahkan itu maknanya mandiri, tidak membutuhkan kalimat yang pertama.
b. Jaaral majrur al-misl (bila kalimat kedua itu tidak dapat lepas dari kalimat pertama).
7. Penjagaan Atau Bisa berarti penyempurnaan
الاحتراس (penjagaan)Bisa berarti penyempurnaan, bila si pembicara menyampaikan suatu kalimat yang memungkinkan timbulnya kesalahpahaman, maka hendaklah ia tambahkan lafadz atau kalimat untuk menghindarkan kesalahpahaman tersebut.
Contoh-contoh:
a. Allah SWT berfirman:
تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan”. (QS. Al-Qadar : 4)
Bila kita perhatikan contoh pertama, kita dapatkan bahwa lafaz “ar-Ruuh”adalah lafaz tambahan karena maknanya telah tercakup oleh lafaz sebelumnya, yaitu lafaz “al-Malaa-ikatu”. Bila kita perhatikan contoh yang kedua, juga kita dapatkan bahwa lafadz “Lii wa liwaalidayya”adalah tambahan juga karena maknanya telah tercakup pada keumuman lafadz “Al-Mu-miniin wal Mu-minaat”. Begitu juga semua lafadz contoh di atas, mencakup kata-kata tambahan, sebagaimana akan dibahas lebih lanjut, dan akan dijelaskan pula bahwa kata-kata tambahan itu tidaklah sia-sia, melainkan didatangkan dari aspek yang halus dari balaghah untuk menambah bobot kalimat yang meninggikan maknanya.Pengungkapan kalimat dengan cara demikian disebut ithnab.
b. Allah SWT berfirman :
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“Wahai Tuhanku, ampunilah dosa-dosaku, hapuskan dosa ibu bapakku,orang yang masuk kerumahku dengan beriman dan demikian pula dosa-dosa orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan”.(QS. Nuh : 28)
Pada contoh kedua adalah dengan menyebutkan lafaz yang umum setelah lafaz yang khusus (dzikrul-‘am ba’dal-khash). Dalam ayat ini Allah menyebutkan lafaz “al-mu-miniin wal mu-minaat”,yang keduanya adalah lafaz yang umum, mencakup orang-orang yang disebut pada lafadz-lafadz sebelumnya. Tujuan penambahan lafadz-lafadz tersebut adalah untuk menunjukkan ketercakupan lafadz yang khas ke dalam lafadz yang umum dengan memberi perhatian khusus kepada sesuatu yang khas karena disebut dua kali.
c. Allah SWT berfirman:
وَقَضَيْنَا إِلَيْهِ ذَٰلِكَ الْأَمْرَ أَنَّ دَابِرَ هَٰؤُلَاءِ مَقْطُوعٌ مُصْبِحِينَ
“Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh”. (QS.Al-Hijr : 66).
Pada contoh ketiga adalah dengan al-idhah ba’dal ibhan (menyebutkan lafadz yang maknanya jelas setelah menyebutkan lafadz yang maknanya tidak jelas) karena firman Allah itu merupakan penjelasan dari bagian lafadz “al-amr” yang disebut sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk menambah ketegasan makna di hati pendengar dengan disebutkan dua kali, pertama secara umum, dan kedua dengan tegas.
d. Allah SWT berfirman:
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Pada ayat diatas terdapat ushlub ithnab yaitu pada pengulangan ungkapan ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ yang hal ini bisa ditunjukan untuk memperkuat, mempertegas, dan memperjelas maknanya.
e. Allah SWT berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Contoh diatas adalah i’tiradh pada makna penguatan, bahwa Allah telah memerintahkan untuk menghormati kepada kedua orang-tua, terkhusus pada seorang ibu, yang mana telah mengandung dan melahirkannya dalam keadaan yang lemah, akan tetapi allah menambahkan kalimat agar memperkuat kalimat yang pertama yaitu وَهْنًا, jelaslah bahwa seorang ibu melahirkan dengan keadaan yang lemah. Akan tetapi Allah menguatkannya lagi dengan kalimat عَلَىٰ وَهْنٍ yang berarti lemah yang bertambah-tambah.
f. Allah SWT berfirman:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telahlenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (QS. Al-Isra, Ayat 81)
Yakni mengkahiri suatu jumlah dengan jumlah lain sebagai takkid/penyanggah. Atau mengiringi suatu kalimat dengan kalimat lain yang mencakup maknanya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertegas maknanya. Dilihat dari kalimat وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا yang artinya kebatilan itu telah lenyap, namun dikuatkan lagi pada kalimat selanjutnya yaitu sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. Jadi ada pengulangan umtuk mengakhiri suatu kalimat tersebut.
g. Allah SWT berfirman:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan”. (QS. Al-Insan [76] Ayat 8)
Tujuan Al-Ithnab
tujuan adanya kaidah ini adalah untuk memuji, menyanjung, menghina, mencela, menjadi sebuah nasehat, sebagai petunjuk.
Sekian Pengertian Al-Ithnab semoga dapat membantu menambah wawasan untuk para pembaca, bila terdapat kekeliruan mohon dikomentari di bawah ya.
Daftar Pustaka :
- Gontor, Al-Balaghah fi Ilmi Al-Bayan, (Ponorogo: Dar As-Salam, 2006).
- Endang Baihaqie, Al-Balaghah Fi Ilmu Al-Bayan, (Jawa Barat: CV. Semiotika, 2015).
- Ali Al-Jarim Dan Musthafa Amin, Al-Balaghah Al-Wadhihah.
- Jalaluddin Al-Syuyuti, Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an.